Tak ada secercah cahaya, hanya warna hitam
mata ini memandang. Aku tak bisa melihat
apa yang ada di sekelilingku dan bagaimana keadaan tempat ini. Suasananya
begitu hening. Tak terdengar satu suara pun. Disini hanya detak jantung saja
yang bisa kudengar. Aku bingung dimana aku sekarang. Aku merasa sendiri tak tau
arah jalan. Hati ini mulai gelisah dengan suasana seperti ini. Dadaku
mulai sesak dan nafasku mulai berat . Rasanya tempat ini telah menghimpitku
hingga udara disini begitu hampa. Air keringat mulai membasahi dahiku. Aku berteriak tapi apa daya
mulut ini tidak bisa berucap. Hanya air mata yang mengalir di pipi. Aku sudah
tak sanggup lagi di tempat ini, aku ingin lari keluar dari sini. Tapi aku tak
melihat adanya sebuah pintu untuk keluar dari sini. Hingga kaki ini mulai
terasa lemas dan tak kuat lagi menopang tubuh. Tubuh ini mulai lunglai dan
jatuh. Kulitku meyentuh lantai , terasa begitu dingin bagai bongkahan es yang
membeku. Dan itu membuat tubuh ini
lama-kelamaan tidak kuat dengan hawa dingin disini. Aku menunduk kedinginan dan
berharap akan ada seseorang menolongku. Mataku terasa berat dengan keadaan
setengah sadar . Tiba-tiba ada sebuah cahaya terang yang menyilaukan mataku.
Ditengah cahaya itu terlihat samar-samar seorang laki-laki yang sedang berdiri
di ujung sudut tempat ini. Tidak terlihat jelas wajahnya karena dia membelakangi cahaya itu. Dia
menghampiriku dan menolongku keluar dari tempat yang mengerikan ini. Aromanya
yang khas mampu menenangkanku dan ketika dia mendekapku dengan dada bidangnya
aku merasakan kenyamanan. Entah mengapa aku bisa sangat begitu nyaman dengan
dirinya padahal sebelumnya aku belum pernah bertemu dengannya. Dan ketika dia
tersenyum kepadaku, tiba-tiba dadaku seolah berhenti.
"Kringggg….." suara jam weker
itu berbunyi tepat disebelah aku tidur.
Suaranya begitu nyaring hingga telingaku tak kuasa menahan kebisingan weker itu
. Sebelah tanganku mencoba meraih benda itu di samping meja tempat tidur.
Pikirku untuk mematikan alarm. Aku mengusap mataku yang masih berat untuk
dibuka. Cahaya matahari yang masuk dari celah jendela, aku biarkan mengenai
wajahku. Menikmati hangatnya cahaya di pagi yang cerah ini. Entah darimana ada
sebuah lalat di pipi. Karena menganggu, tanpa ku sadari aku menampar lalat yang
ada dipipi. Sontak pipi ini memerah dan itu yang membuat aku beranjak dari
pembaringan. Dan akhirnya mata ini tertuju pada jam weker. Pukul 06.30, rasanya aku ingin berteriak
sekeras-kerasnya dengan keterkejutanku ini.
"Ha…
udah jam segini." dengan raut muka tidak percaya.
Aku
langsung menuju kamar mandi dan siap-siap untuk berangkat ke sekolah. Dengan waktu 15 menit aku sudah memakai baju
seragam dan bersiap turun menuju meja makan. Hanya sagigit roti isi coklat dan
segelas jus sarapan pagi ini. Dengan terburu-buru aku berpamitan dengan
nenekku. Setelah itu aku langsung mengeluarkan sepeda ontelku yang berwarna
biru muda. Cahaya teriknya matahari memberikan semangat pagiku untuk pergi ke
sekolah. 3 km, ya itu jarak sekolahku. Membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai
di sekolah dengan membawa sepeda ontel ini. Aku mulai mempercepat kakiku
mengayuh, melewati ramainya jalan raya. Banyak sekali kendaraan berlalu-lalang
hingga membuat jalan ini macet. Tak bergerak se-inci pun karena terjebak oleh
macet. Maka dari itu, aku lebih suka membawa sepeda ontel daripada diantar naik
mobil. Karena nggak mungkin banget kalau
naik sepeda ontel terjebak macet. Aku sudah dekat dengan sekolah, terlihat dari
ujung jalan ini.
"Teng...teng...teng.."
tiba-tiba suara bel sekolah masuk, sedangkan aku belum memasuki gerbang.
"Wah,
gawat nih. Udah bel masuk." sekuat tenaga aku mempercepat mengayuh sepeda
ini. Dan terlihat sebentar lagi pintu gerbang akan di tutup. Tetapi saat aku
sudah di depan gerbang pak satpam sudah ingin mengunci gerbang itu.
"Pak..pak…
,jangan ditutup dulu." teriakku
"Ini
udah jam berapa, kok baru datang ?" tanya Pak Satpam dengan sinis.
"Hehehe...udah
jam 07.05."
"dan
sekarang,sekolah masuknya jam berapa ?"
"Jam
07.00 pak, tapi kan ini cuman telat 5 menit pak."
"Tetap
saja, kamu nggak boleh masuk."
"Ayolah
pak."
"Tetap
tidak bisa."
Saat kami
berdebat tiba-tiba Mpok Iyem jalan di belakang Pak Satpam, dan karena itulah
aku mempunyai ide untuk bisa masuk sekolah.
"Oh,
iya pak kemarin Mpok Iyem titip salam ke bapak."
"Apa
iya ?"
"Iya
pak, suwer dah. Katanya bapak di tunggu di warungnya jam 07.00."
"Lho,
sekarang sudah jam 07.10. kenapa kamu baru bilang."
"Ya
soalnya lupa pak."
Sesaat
setelah itu Pak Satpam langsung ke kantin untuk menemui Mpok Iyem. Untungnya
pintu gerbang belum sempat di kunci, jadi aku bisa masuk kedalam sekolah. Dan
untuk Pak Satpam entah bagaimana malunya jika dia mengetahui kalau Mpok Iyem
nggak pernah nitip salam. Sebenarnya Pak Satpam udah menyukai Mpok Iyem dari
dulu tapi kelihatannya cintanya belum terbalaskan.
Jam pelajaran pertama sudah di mulai
tapi aku masih belum memasuki ruangan. Kimia merupakan pelajaran pertama yang
memusingkan pada hari ini. Pak Eko, orangnya sangat disiplin banget. Terlambat
1 menit aja udah di hukum. Gimana nggak takut coba'. Setelah naruh sepeda aku
langsung menuju kelas. Dan karena aku terlambat, aku harus memeras otakku lagi
untuk buat alasan agar aku nggak di
hukum sama Pak Eko. Butuh waktu lama banget mikir alasan itu, hingga aku dapat
ide.
"Assalamu'alaikum."
dengan polosnya.
"Wa'alaikumsallam,
masuk. Habis darimana kamu ? Kok baru datang ?" belum saja aku duduk, aku
sudah di buru banyak pertanyaan oleh Pak Eko.
"Ehmm..
Habis dari toilet pak, benerin tali sepatu." dengan nada terbata-bata
"Ya
sudah silahkan duduk."
Tanpa aku
sadari Pak Eko memperhatikan sepatuku, dan bodohnya aku tidak sadar bahwa aku
memakai sepatu yang tidak bertali. Sontak namaku di panggil dengan lengkap.
"Melda
Manesa..!" yup!! itu nama lengkapku dan biasanya di panggil Manesa.
"I.ii..ya
pak."
"Kamu
berbohong dengan bapak, sepatu kamu kan tidak bertali. Jangan bilang tadi kamu
terlambat."
"Hehe..
Iya maaf pak." menggaruk kepala yang tidak gatal.
"Sekarang
kamu keluar, dan berdiri di samping
pintu. Dengan kaki kiri menyilang ke kanan dan tangan di rentangkan."
Tanpa
pikir panjang aku langsung keluar dan melakukan apa yang di suruh Pak Eko tadi.
Hari yang tidak mengesankan sama sekali. Aku berdiri selama 30 menit disini,
rasanya badanku pegel-pegel semua.
"Tingg...Tong.." pertanda bel
jam istirahat. Aku merasa lega mendengar bel itu, tanda hukumanku sudah
berakhir. Pak Eko keluar dari ruang kelasku lalu menghampiriku dan berkata
,"Bagaimana ? Mau datang terlambat lagi ?" tanyanya dengan senyuman
sinis.
"E..e..enggak
pak,saya tidak akan mengulangi lagi." dengan terbata-bata.
"Ini
baru hukuman pertama, hukuman kedua…." sebelum Pak Eko meneruskan kata
selanjutnya aku sudah memotong pembicaraan.
"Apa
pak, masih hukuman pertama ? Yang ini aja udah pegel-pegel semua, masa' mau di
tambahin lagi pak." rengekku
"Gak
usah banyak alasan. Hukuman keduanya ikut bapak ke perpustakaan."
"Iya
pak."
Masih
bingung dengan hukuman kedua, tiba-tiba di suruh ke perpustakaan. Dan jujur
saja baru pertama kali ini aku ke perpus, karena aku memang bukan tipe orang
yang suka baca buku. Kalau lihat tulisan di buku aja, rasanya mata ini udah mau
jatuh. Sebenarnya perpus dengan kelasku tidak begitu jauh. Hanya saja aku yang
malas datang kesana. Dan sekarang aku sudah berdiri di depan pintu perpus, dan
nampaknya dari luar tempat ini gelap menyeramkan.
"Benar
saja nggak ada pengunjungnya, tempatnya aja kayak gini." batinku
Pak Eko
mempersilahkan aku untuk masuk, dan memberitahukan apa hukumannya. Ternyata
hukuman keduanya adalah merapikan buku-buku yang ada di perpus ini, hingga
rapi. Setelah itu Pak Eko pergi, dan mengatakan bahwa aku harus menyelesaikan
hukuman keduaku ketika bel jam pulang sekolah. Lalu memberikanku segenggam
kunci. Katanya kalau aku sudah selesai membersihkan, aku di suruh lansung
mengunci perpus.
"Busettt…Dah…,
ini perpustakaan apa gudang. Kotor banget." gerutuku.
Aku
memulai membersihkan ruangan dari ujung sudut perpus. Memegang sebuah sapu dan
kemocing, kaya' ibu rumah tangga yang sedang membersihkan rumah. Menyapu dari
sudut ke sudut, dan debu disini tebel banget mungkin, kalau di ukur pakek
penggaris sudah 2 cm. Kebayangkan bagaimana kotornya tempat ini. Selain itu,
banyak sekali jaring laba-laba yang bergelantungan di rak-rak buku. Dan
jendelanya udah kelihatan banget kalau nggak pernah di buka, mangkanya tempat
ini kelihatan gelap dan lembap. Ada 6 jendela, 3 dikanan dan 3 dikiri. Aku
membukanya satu persatu dari arah kanan lalu kekiri. Menyisiri rak buku yang
berwarna coklat ke hitaman, kelihatan udah lama banget. Membersihkan dan menata
kembali buku sebanyak ini membuatku harus bekerja lebih keras, agar sebelum bel
pulang aku sudah menyelesaikan hukuman keduaku ini. Terikan sinar matahari
mulai menerangi, dan silaunya mengenai mataku. Dengan reflek tanganku menutupi
cahaya yang menyilaukan itu. Tanpa kusadari tiba-tiba ada seseorang didepanku,
dia membelakangi cahaya. Sepertinya dia laki-laki, terlihat dari baju
seragamnya yang memakai celana.
Bersambung.............
KARYA : RDPS
jangan lupa baca kelanjutannya ......:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar