Lubang Cacing

PART 2

      Terikan sinar matahari mulai menerangi, dan silaunya mengenai mataku. Dengan reflek tanganku menutupi cahaya yang menyilaukan itu. Tanpa kusadari tiba-tiba ada seseorang didepanku, dia membelakangi cahaya. Sepertinya dia laki-laki, terlihat dari baju seragamnya yang memakai celana.
     Kejadiaan ini mengingatkanku pada mimpi itu. Sebuah mimpi yang selalu terulang-ulang setiap hari. Aku tidak mengerti apa maksud dari mimpi itu dan mengapa mimpi itu selalu sama. Anehnya sampai sekarang aku tidak dapat melihat wajah dari orang yang selalu datang di mimpiku itu. Cahaya matahari semakin menyilaukan mataku, sehingga aku memejamkan mata. Terdengar seseorang membisikan sebuah pesan di dekat telingaku.
"Jangan pernah takut sama suasana gelap apalagi kehabisan udara, karena dunia ini tidak sekecil lubang cacing." bisik orang misterius itu.
Saat aku membuka mataku, laki-laki yang ada di hadapanku sudah tidak ada.
"Karena dunia tidak sekecil lubang cacing." Aku mengulangi kembali kalimat itu. Merasa sedikit aneh sekaligus bingung dengan kata-kata yang di ucapkan orang itu. Apalagi kalimat itu tentang fobiaku terhadap kegelapan. Kalau dipikir-pikir hanya nenek saja yang tau soal fobiaku itu, nggak mungkin ada orang lain yang tau. Masak temanku ada yang tau.
"nggak..nggak….temanku tidak mungkin ada yang tau, mereka kan mengiranya aku orang yang pemberani." pikirku
"Lalu kalau bukan, terus siapa ?" bertanya pada diriku sendiri.
Saat aku melamun memikirkan soal itu. Tiba-tiba ada suara benda jatuh, terdengar seperti sebuah buku.
"Buuggkh……" aku pun langsung mnghampiri arah suara itu. Benar saja ada sebuah buku yang jatuh dari rak.
"Siapa yang menjatuhkan buku ini? padahal tadi aku sudah menaruhnya dengan rapi." aku mengambil buku itu dan meletakkan lagi ke rak. Lalu aku kembali menyapu dan membersihkan bagian lain yang masih kotor. Ketika merapikan rak bagian pelajaran sejarah, lagi-lagi ada kejadian yang janggal. Terdengar suara kaki orang yang sedang melangkah mendekatiku dari belakang. Awalnya aku tidak menghiraukan suara itu. Tapi, lama-kelamaan suara itu semakin mendekat dan rasanya tepat berada di belakangku. Karena takut, aku langsung mengangkat sapu yang berada di genggaman lalu mengayunkannya kearah belakang. Sambil memejamkan mata. Lalu terdengar
"Aw...aw...aw…apa-apa'an sih ini. Manesa ini aku Rendi" sontak aku terkejut dengan suara itu, aku langsung membuka mataku.
"Arrgghh….aku kira'in siapa ? Ya sudah, sini aku bantu berdiri." mengulurkan tanganku ke Rendi.
"Sakit tau', mana di pukul sama sapu lagi."
"Iya..ya maaf, kamu juga sih ngagetin, udah tau tempat ini serem pakek acara ngagetin lagi."
"Terus ngapain kamu kesini, tumben banget ?" lanjutku
"Ya..buat baca buku lah."
"Ohh.. Kirain."
"Kenapa, ngiranya nemuin kamu ya ?"
"Ihh..ke-GR'an banget sih kamu."
"Ya sebenarnya sih aku kesini juga ingin nemuin kamu."
"Gitu aja, pakek alasan baca buku segala. Kok tahu aku ada disini ?"
"feeling aja"
"hah, udah basi kali'."
"Tapi kan betul kamu sekarang ada di perpus."
"Hehehe nggak lucu." kembali membersihkan bagian di sekitar rak buku yang masih kotor. Masih banyak yang belum aku bersihkan tapi jam menunjukkan kalau sisa waktuku tinggal 1 jam. Hanya tinggal rak pelajaran geografi dan ekonomi yang belum aku bersihkan dan itu merupakan rak yang paling panjang dari yang lainnya.
"Sini, aku bantu bersihkan."
"Ehm.. Nggak usah, ini kan hukumanku. Jadi aku harus menyelesaikan sendiri."
"Aku juga kena hukuman."
"Kena hukuman, maksut kamu ?"
"Nanti aja jelasinnya, sekarang selesaikan ini dulu."
Takut hukuman ini nggak selesai akhirnya kami membagi dua tugas. Yang pertama, aku yang membersihkan rak pelajaran ekonomi dan Rendi rak pelajaran geografi. Pembagian tugas ini sangat efektif sekali untuk menyelesaikan semua hukuman ini. Selain, semua bersih dan rapi juga dapat menghemat waktu.
"Nahkan, kalau bersih kelihatan bagus."
"Besok bakal banyak yang kesini nih." lanjut Rendi
"ya iyalah perpus kan udah bersih, cobak kalau kotor mana ada yang kesini."
Ketika berbicara soal keadaan perpus sebelumnya, aku merasa Rendi terus menatapku. Dari tatapan matanya yang membuat aku lama-kelamaan jadi salah tingkah.
"Kenapa lihat-lihat, ada yang salah ?"
"ehh…siapa coba' yang ngelihatin, aku cuman lihat tuh ada laba-laba di rambutmu."
"Hahh….mana..mana..?"
Mungkin karena postur tubuhnya yang lebih tinggi dariku jadi dia bisa melihat laba-laba itu di rambutku. Kemudian Rendi mulai berjalan mendekatiku, reflek aku pun berjalan mundur. Aku berjalan mundur hingga badan ini sudah menyentuh rak buku. Perbuatannya itu mampu membuat pipiku ini memanas seperti kepiting rebus. Menunduk itulah satu-satunya jalan untuk menutupi rasa maluku ini. Aku memicingan mataku ketika menyadari kalau Rendi memiliki dada yang begitu bidang. Rasanya aku ingin sekali kepalaku bersandar di dadanya.   Dia mengambil laba-laba yang ada di pundak. Menatapku, kurasa ada yang lain dari tatapannya itu.
Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Kami tersentak kaget dan itu mampu membuatku salah tingkah. Untuk menutupi itu aku mengembalikan dan menata sapu serta kemocing di tempat semula. Lalu, aku menutup semua jendela. Setelah semua terselesaikan aku dan Rendi keluar dan mengunci pintu perpus. Hari yang melelahkan seharian ini aku tidak mengikuti satu pelajaran pun, karena hukuman Pak Eko.
"Ren kamu duluan aja, nanti aku nyusul."
"kamu mau kemana ?"
"Aku mau ke ruang guru  ngasihin kunci ini ke Pak Eko."
"ooo..ya udah. Aku tunggu di gerbang ya." aku hanya mengangguk sebagai tanda persetujuanku.
Lalu aku masuk, ternyata di dalam sudah nggak ada siapa pun. Mungkin karena ini udah jam 04.15, jadi semua guru sudah pulang. Aku berjalan menuju ke meja Pak Eko. Aku meletakkan kunci itu di laci mejanya.
"Sudah selesai hukumannya." terdengar suara Pak Eko
"Iya...ya ampun bapak ngagetin aja. Kuncinya saya taruh di laci, kalau begitu saya pulang dulu ya pak."
Setelah itu aku langsung pergi, baru nyadar kalo' sudah mau gelap. Tambah serem aja sekolah ini. Di gerbang Rendi sudah menungguku.
"Mari kita pulang." ajakku
"Udah jam segini, kita mau pulang naik apa?"
"Ehm..sambil nunggu angkutan lewat mending kita jalan dulu."
Kami berjalan menyusuri jalan setapak ini, sambil menunggu angkutan. 3 km itu merupakan jarak rumah Rendi dan rumahku, hanya berjarak 3 gang. Sebenarnya kami udah kenal dari kecil semasa masih di taman kanak-kanak. Tetapi, ketika aku berumur 10 tahun kami berpisah karena aku pindah kerumah nenekku yang ada di Surabaya. Dan baru awal SMA ini aku kembali kesini. Awalnya aku tidak menyadari kalau Rendi itu teman kecilku, aku baru tahu ketika dia menyapaku waktu sepulang sekolah.
"Manesa kan ?" sapanya dengan ramah
"Iya, kamu siapa?" tanyaku bingung
"Ini aku Rendi teman semasa kecilmu."
Waktu itu aku hanya terdiam mengingat nama dia, memang namanya sepertinya tidak asing lagi di telingaku.
"Ehmm…mungkin kamu lupa, ya sudah aku pergi dulu."
"Hei sebentar, maaf kalau aku lupa tapi aku akan mencoba mengingatmu."
"Iya nggakpapa."
Kejadian itu masih terngiang jelas di ingatanku.
"Tin…" suara klakson mobil itu begitu nyaring hingga memudarkan lamunanku. Aku menoleh ke belakang terlihat sebuah mobil dengan warna hitam metalik.
"Itu siapa?" bisikku ke Rendi
"Kayaknya sih mobilnya Pak Eko."
Orang yang mengemudi itu menurunkan kaca mobilnya.
"Kalian belum pulang ?" benar saja orang itu Pak Eko
"Belum pak, masih belum ada angkutan." jawab Rendi.
"Kalau begitu ayo bareng sama bapak saja, kebetulan arahnya sama."
"Nggak usah pak, takut ngrepotin. Sebentar lagi pasti ada angkutan" jawabku.
"Jam segini nggak mungkin ada angkutan Manesa." Jawab Pak Eko
Rendi berbisik kepadaku, dia setuju dengan jawaban Pak Eko. Lagipula ini juga sudah mau malam dan nggak mungkin ada angkutan. Nggak ada pilihan lain akhirnya kami menyutujui ajakan  Pak Eko. Di dalam mobil suasananya sangat hening sekali, tidak ada yang berani memulai pembicaraan terlebih dahulu. Di perjalanan mataku hanya tertuju ke arah luar jendela, memandang orang belalu lalang dan gelapnya langit yang menandakan sebentar lagi akan turun hujan.
"Gelap sekali ya Manesa, kelihatannya akan turun hujan." perkataan itu sepertinya sependapat dengan pemikiranku.
"Ehmm… iya Ren."
Tepat di depan gang Pak Eko memberhentikan mobilnya.
" Makasih pak." jawabku dan Rendi.
"Iya sama-sama."

………..
Akhir-akhir ini aku merasa ada yang aneh dengan mimipi itu. Mengapa ?  mimpi itu terasa semakin nyata, dan aku merasa bahwa aku pernah mengalami kejadian itu. Tapi, entah itu kapan dan dimana. Sehingga aku sering melamun memikirkan tentang mimpi itu.
"Melda… yuk ke kantin ?" ajak temanku. Sofia Indah, ya itu namanya. Dan aku biasanya memanggilnya dengan nama Sofia. Dia cewek cantik, tinggi, pipi yang gembul dengan gigi berbehel biru. Aku sudah kenal dengan dia sejak aku masih duduk di sekolah dasar, ya walaupun kami sempat berpisah. Dan, tak heran apabila aku dan Sofi sudah seperti saudara sendiri.
"Ehm…." jawabku
"Eh Mel, kenapa sih akhir-akhir ini kamu sering ngelamun?" tanyanya dengan agak sinis.
"Nggak papa kok, aku cuman lagi kelelahan aja."
"Kelelahan? Emang kamu ngapain aja kok sampek kelelahan."
"Apa mungkin kamu sedang memikirkan mimpi itu lagi ?" tanyanya lagi. Tak heran bila temanku ini tahu tentang mimpiku yang selama ini menggangguku. Karena, aku memang selalu berkelu kesah tetang kehidupanku ke dia.
"Iya Sof, akhir-akhir ini mimpi itu selalu datang lagi."
"Melda kamu masih mikirin mimpi itu. Jangan terlalu di pikirin kali. Bisa-bisa gila sendiri kamu. Dan aku tidak mau mempunyai teman yang gila gara-gara sebuah mimpi." ejeknya.
"Oh...gitu oke jangan pernah deket deket aku lagi. Pergi-pergi sana." ejekku tak mau kalah.
"Eh….ternyata seorang Melda Manesa bisa ngambek ?" tanyanya sambil melirik ke arahku.
"Ya bisa lah, emang kamu kira aku ini apa ? Robot ?" jawabku semakin sinis.
"Ya...bukan begitu Mel. Kan, biasanya kamu itu nggak pernah begini. Biasanya kamu tu kalau di kelas jadi anak yang paling rame dan selama aku menjadi temen kamu aku nggak pernah lihat kamu semurung ini." nadanya merengek.
"Iya..ya maaf kalau akhir-akhir ini aku agak berbeda dari biasanya." kata-kata Sofi ada betulnya juga kenapa aku harus terlalu memikirkan mimpi yang mungkin itu tidak nyata.
"Janji nggak boleh kayak gitu lagi, Ok ?"
"Ehmm.." sambil menganggukkan kepalaku tanda setuju.
………
Melda POV

Hari ini sekolah pulang jam 15.00 lebih sore dari biasanya, karena hari ini aku harus mengikuti pelajaran tambahan. Aku mulai berjalan keluar dari ruang kelas yang rasanya seperti di dalam sebuah tungku yang menyala-nyala sangat panas sekali. Cuaca sangat panas walaupun hari sudah semakin sore.
"Panas banget ya hari ini Sof ?"
"Iya Mel, panas banget. Bawa minum nggak ?"
"Udah habis Sof, haus banget ya ?"
"Iya haus banget, rasanya aku kayak ada di tengah-tengah gurun sahara."
"Ke kantin yuk ?" ajakanku
"Ayok."
Aku dan Sofi langsung bergegas menuju kantin sekolah. Tiba di kantin kelas aku mendengar suara gaduh, dan kayaknya suara gaduh itu berasal dari kerumunan cewek.
"Ada apa'an sih Sof kok rame banget ? "
"enggak tahu Mel, aku beli minum dulu ya."
Aku masih bertanya-tanya apa yang terjadi hingga membuat para cewek di sana menjadi sangat histeris.
"Ayo Mel, aku sudah beli minumnya."
"Bentar deh Sof, aku masih penasaran apa yang terjadi di sana."
"Oh itu, paling-paling juga gara-gara Rendi."
"Maksut kamu, Rendi kelas XI IPA ?"
" Yup.. Betul sekali."
"Emang apa yang dia lakukan hingga membuat semua cewek di sana histeris banget ?"
"Kamu belum tahu ya Mel, kalau Rendi itu jadi cowok idola di sini. Mungkin karena dia  keren, pintar, dan merupakan salah satu kapten dari ekstra futsal."
"oh….." aku tidak menyangka apabila Rendi di sini menjadi cowok idola.
……
Rendi POV

Hari ini sekolah pulang jam 15.00 cuaca sangat panas walaupun hari sudah semakin sore. Aku berniat pergi ke kantin untuk membeli minuman dingin. Ketika baru sampai di kantin, tiba-tiba banyak sekali cewek  histeris melihatku. Aku merasa bingung apa yang sedang terjadi, apakah ada yang salah dengan penampilanku. Aku pun melihat pantulanku di sebuah kaca samping kantin, menurutku tidak ada yang salah. Oh...aku baru tersadar kalau aku menjadi salah satu cowok idola di sekolah ini. Aku pun acuh dengan semua teriakan-teriakan cewek  tadi, dan aku langsung pergi membeli minum.
"Dasar cewek ." dengusku
Di saat aku mau melangkahkan kaki untuk pergi, tibatiba dia datang. Orang yang selalu aku tunggu, orang yang selalu membuatku penasaran, orang yang selalu membuatku senang ketika bertemu dengannya. Hey kamu ! kamu..yang membuat jantung ini berhenti dengan sekali tatapanmu . Yang entah mengapa ada perasaan berbeda ketika bertatapan denganmu. Ada perasaan dimana di antara semua cewek hanya kamu saja yang bisa membuatku seperti ini. Pandangan kami saling bertemu, matanya yang begitu indah mampu membuatku mematung tak berkedip.
"Sungguh mata yang cantik." batinku
Suara teriakan cewek-cewek semakin kencang sekali di telingaku hingga membuyarkan pandanganku kepadanya.
"Hey..lihat dehh keren banget kakak itu. Apakah dia sudah punya pacar?" bisik salah satu cewek itu.
"Enggak tau kayaknya sih belum, soalnya aku belum pernah melihat dia berjalan sama cewek?" jawab temennya yang sok tau.
"apa iya ? Wah kesempatan nih.."katanya penuh dengan kegembiraan.
Aku ingin sekali pergi dari kerumunan cewek-cewek ini, tapi apa daya aku tak bisa melawan semua cewek yang ada disini.
Aku menatapnya, seolah-olah aku minta tolong kepadanya. Tapi, dia hanya menatapku dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan. Aku ingin sekali memanggilnya tapi kelihatannya dia akan pergi lagi dengan temannya itu.

Bersambung.......                                                                                                                Karya : RDPS

Penasaran yukk ikuti terus kelanjutan ceritaku ini :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

INSTAGRAM FEED

@soratemplates