HARUMNYA BUNGA BANGKAI (DOLLY)


Sabtu 13 april 2019, guru besar fakultas dakwah dan komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya sukses mengadakan acara kuliah lapangan.  Bertempat di Masjid At-Taubah Kupang Gunung Timur Surabaya, kuliah lapangan ini dibuka oleh Prof. Ali Aziz selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Dakwah. Dalam kuliah lapangan ini mengusung tema dakwah kontenporer dan entrepreneurship. Acara yang hanya berlangsung selama lima jam ini diikuti kurang lebih 130 mahasiswa.

Gang Dolly

          Seperti penjelasan diatas, minggu lalu kuliah lapangan bertempat di eks-lokalisasi yang digadang-gadang terbesar se-Asia Tenggara yaitu
Gang Dolly. Sebelumnya apa yang ada dipikiranmu tentang nama itu ? Tempat mencari surga dunia ? Tempat prostitusi ? Tempat mencari uang secara kilat ? Musik keras ? Bau alcohol ? Maksiat ? Uang ? Wanita ?
Tidak salah memang dengan semua anggapan buruk tentang tempat tersebut. Tapi tahukah bagaimana keadaan tempat itu sekarang ? Apa masih samakah dengan Gang Dolly yang dulu ? Sebelum mengulas Gang Dolly di masa kini, simaklah terlebih dahulu sejarah awal berikut ini.

SEJARAH
Dulu, Dolly merupakan lokalisasi pelacuran disebut-sebut yang terbesar se-Asia Tenggara. Yang bertempat di Jalan Kupang Gunung Timur I Surabaya. Di tahun 2008 sedikitnya 5.000 lebih WPS berkumpul jadi satu di kawasan tersebut. Pria hidung belang kalangan atas hingga bawah tak sulit ditemukan di kawasan Dolly. Di kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur "dipajang" di dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase. Tidak hanya penduduk lokal, wisatawan asing pun tak jarang datang ke sini sekadar untuk memuaskan birahi. Lokalisasi ini hampir menutupi seluruh jalan di kawasan itu. Bahkan, Gang Dolly lebih dikenal ketimbang kota Surabaya sendiri. Para bule yang sering malancong di Bali pun kerap mampir ke Surabaya hanya untuk 'menjajal' wanita-wanita malam yang dijajakan di Dolly.
Namun dari semua cerita diatas, kawasan ini tak banyak yang tahu tentang bagaimana sejarah lokalisasi ini berdiri hingga bisa besar dan terkenal seperti sekarang. Sejarah mencatat, ada 2 versi berdirinya Gang Dolly yaitu :
Dolly Van de Mart
Banyak beragam cerita tentang awal berdirinya Dolly, salah satunya menyebutkan bahwa Dolly adalah merupakan nama dari salah satu seorang perintis berdirinya usaha prostitusi tersebut di Surabaya. Dia merupakan seorang perempuan keturunan Belanda yang membuka sebuah wisma yang bernama Wisma Salju, wisma ini dikhususkan untuk melayani tentara Belanda ketika itu. Karena pelayanan yang memuaskan membuat tentara Belanda akhirnya tertarik untuk kembali. Tidak hanya itu, ternyata masyarakay pribumi juga penasaran untuk singgah sampai akhirnya rumah bordil itupun ramai.
Dolly Khavit
Versi ini menceritakan kawasan Dolly rupanya dahulu adalah tempat pemakaman warga Tionghoa pada zaman penjajahan Belanda. Namun pemakaman ini disulap oleh seorang mantan pelacur berdarah Jawa-Philipina yang bernama Dolly Khavit sebagai tempat prostitusi khusus bagi para tentara negeri kincir angin itu. Bahkan keturunan tante Dolly juga disebut-sebut masih ada hingga kini malah tidak meneruskan bisnis prostitusi ini. Sebagai pencetus komplek lokalisasi di Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya ini maka perempuan dengan sebutan tante Dolly itu kemudian dikenal sebagai tokoh melegenda tentang asal muasal terbentuknya gang lokalisasi prostitusi tersebut.

Wisma 8 lantai

Namun dalam beberapa kisah tutur masyarakat Surabaya, awal pendiriannya, tante Dolly hanya menyediakan beberapa gadis untuk menjadi pekerja seks komersial. Melayani dan memuaskan syahwat para tentara Belanda. Seiring berjalannya waktu, ternyata pelayanan para gadis asuhan tante Dolly tersebut mampu menarik perhatian para tentara untuk datang kembali.
              Dalam perkembangannya, gang Dolly semakin dikenal masyarakat luas. Tidak hanya prajurit Belanda saja yang berkunjung, namun warga pribumi dan saudagar yang berdagang di Surabaya juga ikut menikmati layanan PSK. Sehingga kondisi tersebut berpengaruh kepada kuantitas pengunjung dan jumlah PSK. Dolly juga menjelma menjadi kekuatan dan sandaran hidup bagi penduduk di sana. Terdapat lebih dari 800 wisma , kafe dangdut dan panti pijat plus yang berjejer rapi. Setidaknya setiap malam sekitar 9.000 lebih penjaja cinta, pelacur di bawah umur, germo, ahli pijat siap menawarkan layanan kenikmatan kepada para pengunjung.
Tidak hanya itu, Dolly juga menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pedagang kaki lima, tukang parkir, dan calo prostitusi. Semua saling berkait menjalin sebuah simbiosis mutualisme. Kisah lain tentang Dolly juga pernah ditulis Tjahjo Purnomo dan Ashadi Siregar dalam buku berjudul "Dolly: Membedah Dunia Pelacuran Surabaya, Kasus Kompleks Pelacuran Dolly" yang diterbitkan Grafiti Pers, April 1982. Dalam buku itu disebutkan dulu kawasan Dolly merupakan makam Tionghoa, meliputi wilayah Girilaya, berbatasan dengan makam Islam di Putat Gede.
Baru sekitar tahun 1966 daerah itu diserbu pendatang dengan menghancurkan bangunan-bangunan makam. Makam China itu tertutup bagi jenazah baru, dan kerangka lama harus dipindah oleh ahli warisnya. Ini mengundang orang mendapatkan tanah bekas makam itu, baik dengan membongkar bangunan makam, menggali kerangka jenazah, atau cukup meratakan saja.
Setahun kemudian, 1967, muncul seorang pelacur wanita bernama Dolly Khavit di kawasan makam Tionghua tersebut. Dia kemudian menikah dengan pelaut Belanda, pendiri rumah pelacuran pertama di jalan yang sekarang bernama Kupang Gunung Timur I. Wisma miliknya antara lain bernama T, Sul, NM, dan MR. Tiga di antara empat wisma itu disewakan pada orang lain. Demikian asal muasal nama Dolly.
           Dolly semakin berkembang pada era tahun 1968 dan 1969. Wisma-wisma yang didirikan di sana semakin banyak. Adapun persebarannya dimulai dari sisi jalan sebelah barat, lalu meluas ke timur hingga mencapai sebagian Jalan Jarak. lokalisasi selalu menjadi muara kasus human trafficking yang kian menjadi setiap tahun. Pasalnya, Dolly juga diyakini menjadi salah satu penyumbang APBD terbesar setiap bulannya bagi pemerintah Surabaya, berkisar hingga puluhan miliar rupiah, uang yang masuk dari praktik haram itu ke pemerintah daerah Surabaya. Perkiraan angka itu bisa jadi benar. Bila anda pernah ke sana pasti melihat ribuan orang menjejali kawasan prostitusi yang membentang kurang lebih sepanjang 500 meter itu. Deretan parkir, penjual kopi, penjual rokok, hampir pasti tidak pernah sepi di sepanjang jalan tersebut. Begitu juga dengan klub malam dan tempat-tempat karaoke yang selalu dijubeli pengunjung. Itu bila diukur panjang kawasan, padahal kawasan Dolly ini hampir merata masuk ke gang-gang di dalam perkampungan.
Dulu setiap PSK bisa mengantongi uang sekitar Rp 13 juta hingga Rp 15 juta per bulan. Sedangkan sang mucikari tentu jauh lebih banyak yakni bisa mencapai Rp 60 juta per bulan. Geliat ekonomi ini bukan hanya dirasakan PSK dan mucikari, namun juga warga sekitar seperti pedagang kaki lima (PKL), pengayuh becak, tukang cuci pakaian PSK, hingga warga sekitar yang bekerja sebagai makelar PSK. Hal inilah yang menjadi alasan mereka untuk tetap mempertahankan keberadaan Dolly. Pendapatan uang dalam jumlah besar yang bisa diperoleh dengan mudah. Hal ini pulalah yang membuat PSK Dolly selalu bertambah dan hanya sebagian kecil yang mau beralih profesi dan dipulangkan. 

 KONTEROVERSI PENUTUPAN DOLLY

Tanggal 18 Juni 2014, merupakan hari bersejarah bagi warga Surabaya. Karena pasalnya daerah yang menjadi tempat operasi prostitusi terbesar se-Asa Tenggara ditutup. Etalase kaca, yang biasa memajang para pekerja seks komersial berpakaian minim, kosong dan gelap. Para mucikari tak lagi sibuk bertransaksi dengan laki-laki hidung belang. Sementara, warga menutup rumah dan toko, khawatir kericuhan bakal terjadi. Suasana mencekam kala itu.
Penutupan Dolly yang beroperasi sejak 1967 lalu tak mudah. Diwarnai kontroversi sengit dan penolakan baik dari PSK maupun mucikari. Upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Surabaya juga menjadi trending topic kala itu. Selain itu penutupan lokalisasi Dolly di Surabaya, Jawa Timur juga digugat pihak tertentu. Penggugat menyampaikan gugatannya atas Wali Kota dan Pemerintah Kota Surabaya dengan gugatan Rp 270 miliar. Mereka meminta ganti rugi dengan ditutupnya tempat prostitusi tersebut.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini angkat bicara terkait penutupan lokalisasi Dolly. Menurutnya, penutupan itu penting dilakukan, untuk menyelamatkan anak-anak di sekitar lokalisasi. Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi alasan penutupan Dolly. Pertama, peraturan daerah yang melarang perdagangan manusia. Kedua, dampak sosial bagi anak-anak yang tinggal di sekitar lokalisasi sangat buruk. Ketiga, mengurangi penyebaran HIV-AIDS.
Sebelum penutupan lokalisasi Dolly dilakukan, Pemkot Surabaya gencar memberi pelatihan bagi para mucikari, maupun para wanita penghibur, seperti pelatihan memasak, menjahit, dan keterampilan lainnya untuk bekal mandiri atau berwiraswasta. Pelatihan ini berguna agar mereka tidak kembali lagi kebisnis prostitusi.

DAMPAK PENUTUPAN DOLLY
Dampak Positif
1.      Dari aspek social bagi anak-anak yang tinggal di Gang Dolly menjadi lebih sehat untuk pola pikir anak. Karena dulu setiap hari anak dibawah umur melihat dan mencontoh perbuatan yang tidak semestinya. Dan sekarang anak-anak tidak minder lagi jika ditanya dimana alamat tempat tinggalnya. Karena dulu mayoritas anak-anak gengsi mengatakan Gang Dolly atau Putat Jaya.
Produksi Sandang
2.      Dari aspek ekonomi, benar dengan penutupan Dolly membuat PKL disekitarnya jadi berpikir  dua kali tentang jualannya yang tidak laku. Tapi mencari nafkah yang sekarang lebih berkah walaupun hasilnya lebih sedikit dari yang dulu.
3.      Dolly sekarang jauh dari kesan dunia malam, sekarang Dolly telah berubah menjadi tempat UMKM dan usaha masyarakat tumbuh. Dan sekarang kampungnya lebih asri dengan mural bergambar yang menghiasi tembok-tembok gang. 
Dampak Negatif
1.      Aktivitas Ekonomi
Dari aspek perekonomian mungkin ini akan menjadi hal berat yang akan dihadapi Pemerintahan Kota dan masyarakat sekitar Gang Dolly dikarenakan mereka sudah bertahun-tahun hidup didaerha tersebut dan mencari rizki untuk keluarga. Masyarakat yang mencari nafkah di Dolly ragu akan janji-janji kesejahteraan bisa dijamin Pemkot Surabaya saat Gang Dolly ditutup. Karena yang mendapatkan kompensasi cuman PSK dan mucikari.
2.       Dari segi kesehatan
Meluasnya penyebaran HIV-AIDS yang disebabkan seks bebas yang dilakukan di Gang Dolly. Yang menjadi persoalan besar kasus HIV/AIDS yang cukup tinggi pada PSK, tapi banyak laki-laki dewasa dalam kehidupan sehari-hari bisa sebagai suami, yang menjadi mata rantai penyebaran HIV, yaitu laiki-laki yang menularkan HIV pada PSK dan laki-laki yang tertular HIV dari PSK.

3.       Modus trafficking
Yang sering terjadi di sekitar Dolly dan Jarak modus ini rata-rata menggunakan modus anak menjual anak. Mereka dengan leluasa memperdagangkan temannya sendiri karena unsur kedekatan. Sasarannya yakni anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi lemah, keluarga tidak harmonis, atau yang orangtuanya meninggal sehingga tidak ada pengawasan. Mariani menuturkan, aksi trafficking juga terjadi pada seorang siswi SMK yang diketahui hamil di luar nikah


TOKOH YANG BERPENGARUH PENUTUPAN DOLLY

Dosen Lapangan

1.     
GUS PETRUK
Takmir Majid At-Taubah, 24 tahun berdakwah dengan menggunakan metode penyembuhan Islami yang akrab disapa Gus Petruk. Beliau tidak hanya melakukan dakwah dengan cara mengadakan pengajian, namun juga memberikan penyembuhan bagi para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang mengalami gangguan kesehatan seksual hingga nonmedis. Dakwah penyembuhan yang dilakukannya lebih menyentuh para PSK. Hal itu dikarenakan, banyak dari PSK yang mengalami gangguan kesehatan yang tidak biasa. Seperti, kata dia, gangguan akibat aktivitas seksual hingga penyakit nonmedis, kesurupan, santet hingga tenung.
Penyembuhan yang dilakukan Gus Petruk sebenarnya seperti ruqyah untuk penyembuhan dan menanamkan kekuatan iman untuk meninggalkan hal-hal maksiat. Setiap penyembuhan yang dilakukannya harus memenuhi syarat penyembuhan, yaitu benar-benar berniat akan bertaubat dan meninggalkan perilaku maksiat. Menurut dia, dalam penanganan mereka yang tidak ada niat bertaubat tidak akan sembuh.

2.      KH. Khoirun Syuaib
Kiai Prostitusi, akrab dengan dunia prostitusi, bukan berarti terlibat dalam dunia hitam ini, melainkan pada upaya mengentaskan penghuninya dan membimbingnya ke jalan yang benar. Di salah satu lokalisasi di Surabaya, sosok dai ini mengambil jalan moderat, tidak frontal. Di sana, ia melakukan pencerahan, tanpa cacian, tanpa pentungan. Berhasil. Dalam proses pengentasan para PSK selama hampir tiga puluh tahun inilah, berbagai hinaan, cacian, dan fitnah sudah kenyang ia rasakan. Ia hanya sebagai "teman curhat" para PSK. Dalam posisi ini, toh ia tidak pernah menghinakan para PSK
Bagi Kiai Khoiron, yang menjadi target pertama kali adalah anak-anak. Jika anak sudah rajin dan pandai mengaji, orang tua manapun akan bangga. Jika timbul rasa bangga, otomatis pula orang tua anak-anak itu—yang mayoritas berprofesi sebagai pelacur—akan merasa malu. Anaknya bisa mengaji, mengapa dia tidak? Strategi semacam ini sangat efektif.

3.      H. Gatot Subiantoro
Mantan Preman Prostitusi, sebelum berhenti dari kehidupan kelamnya, Gatot kebagian tugas mencari calon PSK di berbagai daerah. Pelosok Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah pernah ia jelajahi guna mencari “mangsa”. Menurutnya, di setiap daerah selalu ada pemasok tetap calon PSK. Calon PSK ini kemudian disuplai ke luar Jawa oleh jaringan tertentu. Paling banyak ke Papua.
saat ini H. Gatot Subiantoro lebih tenang menjalani hidup. Ia hanya ingin tenang menjalani kehidupan sembari menebus kesalahannya di masa lalu dengan berbuat baik kepada siapapun, kapanpun, dan di manapun. Gatot Subiantoro menjadi salah satu bukti bahwa dakwah membutuhkan strategi yang khas, yang elegan, dan butuh proses panjang agar hasil akhirnya memuaskan dan mendapatkan rida Allah. Dalam teori perubahan fungsional, perubahan sosial dapat terjadi dengan diawali oleh tekanan-tekanan, kemudian terjadi integrasi dan berakhir pada titik keseimbangan yang mungkin tidak sempurna, namun akan mendorong proses perubahan selanjutnya. Kiai Khoiron Syuaib dan Gatot mewakili sebuah elemen masyarakat yang memelopori perubahan, yang insyaallah lambat laun akan diikuti oleh elemen-elemen lainnya.

4.      Dr. Ustadz Sunarto AS.MEI
Selaku ketua IDIAL-MUI Jatim, bapak DR. H Sunarto AS. IDIAL – MUI Jawa Timur (Jatim) merupakan kepanjangan dari Ikatan Da‟i Area Lokalisasi. IDIAL – MUI Jatim merupakan organisasi dakwah yang menghimpun para da‟i yang bertempat tinggal di sekitar lokalisasi yang ada di Jawa Timur. Obyek dakwah IDIAL – MUI Jatim adalah para wanita harapan dan mucikari yang ada di lokalisasi se – Provinsi Jawa Timur. Sehingga, IDIAL-MUI Jatim merupakan lembaga dakwah yang secara operasional menangani program pengentasan WTS, penutupan lokalisasi hingga penanganan pasca penutupan. Tugas dakwah IDIAL tidak hanya mentargetkan tertutupnya seluruh lokalisasi terutama di daerah Jawa Timur, melainkan juga hingga program-program pasca penutupan lokalisasi di Jawa Timur akan terus-menerus diperhatikan.

5.      H, Sunarto Shalahudin (CEO PT BAL)
             Berperan dalam penutupan Dolly, yaitu sebagai salah satu donator membantu terealisasikannya penutupan lokalisasi.



               DOLLY SAIKI


Banner Dakwah

Banner diatas sudah sedikit menggambarkan bagaimana Dolly yang sekarang. Lagu yang memekakan telinga, bau alcohol, pakaian rok mini, laki hidung belakang, bahkan etalase untuk memerkan tubuh PSK sudah hilang dan InsyaAllah tidak akan terulang kembali. Nuansa kelam dunia malam sudah tidak lagi dapat dirasakan di sana. Yang ada malah sebuah kampung wisata dan tempat beberapa produksi (pangan&sandang) yang akan membuat para pengunjung terheran dengan Dolly yang sekarang. Dolly sekarang lebih bersih dan dihiasi dengan mural-mural yang menghiasi tembok gang.
Dan lebih menakjubkan lagi masjid yang dulu sepi pengunjung sekarang lumayan ramai dan semakin terawatt. Dari semua energy positif ini tidak akan tercapai jika tidak ada kerja sama dari semua pihak.


Produksi Sandang


 Kesan dan Pesan berharga di Gang Dolly

1.      Kesan saya kuliah lapangan di Gang Dolly yaitu berdakwah itu tidak ada yang instant semua pasti ada tahapannya. Contohnya Gus Pestruk, beliau berdakwah selama 24 tahun dan baru 2014 lokalisasi ditutup.
2.      Sabar dan ikhlas dalam berdakwah , karena seburuk-buruknya orang pasti mempunyai sis baik. Tinggal kita bagaimana membangkitkan sisi baik tersebut.
3.      Tekun dan bekerja keras. Maksutnya disini memanfaatkan segala sesuatu yang masih berguna dari lokalisasi, contohnya etalase-etalase sekarang sudah disulap menjadi tempat pengrajin atau produksi yang halal dan lebh barokah hasilnya.
4.      Menanamkan kejujuran. Ini merupakan pesan dari Bapak H. Sunarto Shalahudin (CEO PT BAL), beliau berkata,” Kejujuran merupakan modal utama dalam melakukan sesuatu.
5.      Bersyukur. Ini merupakan pesan dari mantan preman prostitusi H. Gatot Subiantoro. Beliau berkata,” Kekayaan tidak ada habisnya. Kemiskinan tidak ada habisnya, tapi umur pasti aakan habis.” Bersyukurlah.
Kuliah lapangan


8 komentar:

  1. Alhamdulillah semoga bermanfaat artikelnya

    BalasHapus
  2. Wih dilihat dari artikel itu banyak menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dalam hal topik itu dan sangat bermanfaat banget bagi pembaca

    BalasHapus
  3. Semoga berkah kak artikelnya sangat membantu

    BalasHapus
  4. Artikel kakak cukup bagus, beberapa mungkin perlu diperbaiki seperti kosakata dan ejaannya, juga tolong diperbaiki jarak antarkalimat dan paragraf agar tidak terlalu rapat
    Sekian terima kasih
    #olet

    BalasHapus
  5. Mau ketawa tapi bagus tulisannya, mau memuji tapi banyak yang salah plus gak rapih. 😂

    Kontennya bagus, ya karena emang itu tugas kuliah.
    Kalo untuk upload di blog masih harus nyari referensi biar tertata. Bahasanya juga gak konsisten. 🤣

    BalasHapus

INSTAGRAM FEED

@soratemplates