Part 4
Pagi ini
suasana sekolah sangat ramai sekali, benar saja karena hari ini seluruh siswa
kelas 11 akan berangkat berkemah selama 3 hari 2 malam. Banyak anak yang
mempersiapkan barang bawa'annya. Seluruh siswa tampak memakai seragam yang
berwarna coklat disertai hasduk merah putih dilehernya. Sebelum pemberangkatan
di adakan apel pagi, dimana kepala sekolah memberikan sambutan dan meresmikan
acara ini. Tak lupa kami berdo'a bersama
untuk keselamatan kami disana. Kami berangkat sekitar jam setengah delapan.
Ketika perjalanan menuju ke tempat kemah aku sedikit di repotkan dengan
hilangnya liontinku. Aku mulai mencari-cari,membuka ranselku. Sampai-sampai aku
mengeluarkan semua yang ada di dalamnya, tetapi tetap saja aku tidak menemukan
liontin itu. Aku mencoba mengingat kembali kapan terakhir kali aku memakai
liontin itu. Seingatku tadi sebelum berangkat ke sekolah aku sudah memakainya.
"
Sof, kamu tahu liontinku gak ?"
"
Nggak tahu aku Mel, liontin kamu kayak gimana ? Barangkali nanti aku
menemukannya."
"
Liontin itu warnanya putih dan ada gantungan lumba-lumba di tengahnya."
"
Gimana ni Sof ?" cemasku
"
Coba di ingat-ingat lagi siapa tahu ketinggalan di rumahmu."
"
Kayaknya enggak mungkin Sof, soalnya tadi waktu apel aku masih
memakainya."
"
Mungkin jatuh Mel ?"
"
Oh...iya mungkin, kalau begitu aku kembali aja ya Sof ke sekolah nyari
liontinku."
"
Eh.... yang janganlah Mel sebentar lagi kita sampai, masa kamu mau balik lagi ?
Emang seberharga apasih liontin itu sampai kamu uring-uringan mencarinya
?" wajahnya nampak kesal dengan tingkahku yang uringan uringan hanya
gara-gara sebuah liontin.
"
Liontin itu sangat berharga, seperti album kenangan. Karena kalung itu menjadi
satu satunya saksi bisu kenangan masa kecilku, sebelum aku pindah ke rumah
nenek." batinku dan aku hanya diam mendengar pertanyaan itu.
"
Halo.....Melda kok malah diem, jangan bilang kamu nggak mendengarkan
pertanyaanku tadi ?"
"
Ha..iya apa Sof, tolong ulangi pertanyaanmu?"
"
Sudahlah Mel, ikhlaskan saja liontin itu."
"
Tapi Sof itu sangat berharga banget bagiku."
Hilangnya liontin membuat aku tidak
semangat lagi mengikuti perkemahan ini. Aku mulai menyalahkan diriku sendiri,
mengapa tadi aku berangkat mengikuti perkemahan. Bila saja aku tidak ikut pasti
liontin itu tidak hilang. Dari awal aku memang tidak berminat mengikuti
kegiatan ini. Dari siang sampai malam ini pun aku masih memikirkan dimana
hilangnya liontin. Raut mukaku mungkin sangat mendukung kalau aku sangat-sangat
tidak menikmati acara. Padahal, api unggun sudah bersemangat menyambut acara.
Dan kehangatannya dapat menyelimuti dinginnya malam. Selain itu pensi antar
kelas ikut meramaikan kegiatan. Bukannya terhibur aku malah jengah dengan semua
kegiatan. Mungkin karena masih memikirkan liontin itu. Jadi, aku tidak bisa
menikmati satu acara pun. Aku menjauh dari kegiatan dan menyendiri. Untuk
menemani kesendirianku aku mengambil coklat yang ada di ransel. Agar
mengembalikan moodku yang nggak karuan ini. Mencari suatu tempat yang membuat
aku nyaman menikmati coklat ini. Di bawah pohon itu tampak nyaman bila aku
duduk dibawahnya. Aku bersandar di batang yang lumayan besar. Memejamkan mata
menikmati suasana, merefresh kembali pikiran. Coklat ini sangat membantu untuk
mengembalikan suasana hati. Sekarang perasaanku sedikit lebih tenang daripada
tadi. Aku membuka mata untuk kembali
menikmati suasana tempat ini. Tetapi ketika katup mata ini terbuka aku di
kejutkan dengan seseorang.
"
Apakah ini liontinmu ?" katanya dengan suara berat, dia menggantungkan
liontin itu tepat di depan mataku.
"
Ha....." jawabku yang masih bingung
Aku
menatap orang itu. Pandangan kami bertemu. Sedikit terkejut siapa yang kulihat.
Masih memandangnya dengan sejuta pertanyaan. Orang itu Rendi teman satu
kelasku.
"
Hei....Manesa aku bertanya padamu." tangannya menepuk pundakku dan aku
tersandar dari lamunanku.
"
Eh...i..i..iya..itu liontinku." aku menundukkan pandanganku
"
Syukurlah, kalau begitu......" jawabnya yang tidak di lanjutkan sambil
menyodorkan liontin.
Akhirnya
senyumku mengembang juga dengan di temukannya liontin. Melihat-lihat apakah ada
yang kurang dengan benda kesayanganku ini. Aku senyum-senyum sendiri.
Sampai-sampai aku mengabaikan orang yang menemukan liontinku.
"
Terima kasih banget ya Ren, aku pikir tadi liontin ini hilang. Oh ya, kamu
menemukan liontin ini dimana ?" kataku dengan mata berbinar
" Oh
itu tadi aku menemukannya di lapangan sekolah, waktu upacara apel
pemberangkatan." jawabnya menjelaskan
"
Sekali lagi terima kasih Ren."
" Iya
sama-sama, lain kali jaga baik-baik liontin itu." nasihatnya yang kemudian
duduk di sampingku.
" Kok
nggak ikut acara api unggun ?" tanyanya
"
ehmm....aku tidak terlalu tertarik. Disana terlalu ramai. Lagipula aku juga
tidak terlalu menikmati acara karena hilangnya liontinku."
"
Jadi gara-gara liontin kamu hilang. Emang seberapa pentingkah liontin itu ?
Maaf, kalau boleh bertanya." tanyanya sedikit canggung
"
nggak usah minta maaf kali. Liontin itu sangat-sangat penting, karena semua
ingatan masa kecilku ada didalam liontin itu." jawabku
"
Oh.....dulu aku juga punya teman masa kecil, dia sangat cantik. Dan dia sangat
suka dengan namanya coklat."
"
O.....pasti anak kecil itu menjadi gadis yang sangat cantik sekarang."
jawabku, sebenarnya ada perasaan aneh ketika Rendi menceritakan teman kecilnya.
Seperti aku yang ada di dalam ceritanya.
" Iya
benar sekali, dia lebih cantik sekarang." dia menjawabnya sambil memandang
kearahku, dia tersenyum.
Ada perasaan aneh, aku sepertinya pernah
mengalami suasana seperti ini. Aku terdiam saat dia melihatku, sorotan matanya
mengingatkanku pada seseorang. Serasa tidak asing di ingatanku.
"
Sudah malam, ayo kembali ke tenda." ajaknya setelah melihat jam tangan
" Eh...iya ayo."
Aku
kembali ke tendaku dan Rendi kembali ke tendanya. Dinginnya malam seperti mampu
menusuk tulang. Memasukkan tangan ke saku baju. Untuk sedikit mengurangi
dinginnya malam. Tampak sepi sekali mungkin peserta lain sudah tidur di
tendanya masing-masing. Tendaku berada di paling ujung petakan. Masih jauh dari
tempat aku berdiri sekarang. Ketika kaki ini mau melangkah melanjutkan jalan ke
tenda, aku berpapasan dengan salah satu kakak panitia kemah.
"
Permisi kak." sambil menunduk
"
Iya." jawabnya singkat
Aku kembali berjalan. Tempat ini
cukup terang dengan lampu neon kuning. Sinar lampu neon tidak bertahan lama
dari kejauhan. Melihat ujung jalan yang gelap aku mulai bingung. Takut situasi
yang sama, seperti yang ada di mimpi. Aku memberhentikan langkahku, berpikir
mencari cara bagaimana melewati tempat gelap itu. Cukup lama aku terdiam.
"
Kenapa masih disini, silahkan kembali ke tenda ini sudah malam." tegas
kakak panitia
Aku kikuk
tidak menjawab, apa yang harus aku katakan. Masa, aku harus bilang kalau takut
gelap. Bila aku tidak cepat menjawab pasti kakak itu akan curiga. Menyelipkan
rambut yang menutupi wajahku di belakang telinga lalu menjawab.
"
Maaf kak, saya mau tanya di ujung jalan apa nggak di beri lampu penerangan
?"
Tampak
kakak itu melihat ujung jalan yang aku sebutkan.
"
Tidak." jawabnya cuek
Setelah
mendengar jawaban itu aku semakin gelisah. Memberanikan diri itulah satu
satunya jalan keluar.
"
Sebentar jangan pergi dulu, sepertinya aku mengenalmu" dia memandangku
yang bisa kulakukan hanyalah menunduk
"
Kamu Melda kan ?"
Hei
bagaimana kakak ini tau namaku, seingatku tidak mengenal kakak ini.
"
Kamu anak yang hampir kena lemparan basket itukan ?"
Aish......aku
ingat dia kakak yang menyebalkan, yang suka nggombal itu. Kenapa aku harus
bertemu dengan kakak ini lagi
"
Iya."
"
Masih ingat aku kan ? Oh ya waktu itu aku belum memperkenalkan diri,
perkenalkan namaku Rino."
"Oh."
jawabku sekenanya SKSD (Sok Kenal Sok Deket) banget sih kakak ini.
" Mau
kuantar ke tenda ? Sepertinya kamu takut dengan tempat gelap."
Dia
menawarkan untuk mengantarku. Jujur aku senang karena ada yang menemaniku di
tempat gelap yang menyedihkan itu. Tapi, disisi lain aku tidak mau jikalau yang
mengantarku kakak ini. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri tetapi tidak ada kakak
lain yang berjaga di area ini. Dengan sangat sangat sangat terpaksa aku
menyetujui tawaran itu. Selama melewati tempat gelap aku hanya menutup mata.
Dan sepertinya kakak Rino mengetahui. Tiba-iba dia menarik lenganku kemudian
menggenggam jariku. Sontak aku menarik kembali tanganku, tetapi dia menariknya
lagi.
"
Pegang tanganku! jika kamu tidak mau jatuh apabila berjalan dengan mata
tertutup."
Aku hanya
mengangguk ada benarnya juga kata kak Rino. Tapi tetap saja aku canggung karena
tanganku digenggam kak Rino. Aku berharap bisa cepat sampai di tenda.
"
Sudah sampai." beritahunya, tapi tangan Kak Rino masih menggenggam
tanganku.
" Iya
kak makasih, tapi mohon maaf tangan saya kak." jelasku
Kemudian
dia melepaskan tanganku, aku langsung menuju tenda. Ini sudah sangat larut
malam, aku sudah begitu mengantuk. Menyiapkan tempat untuk aku tidur. Di dalam
tenda semua temanku sudah tidur pulas semua, mungkin karena kelelahan.
Bersambung......................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar